“Kami serahkan laporannya, pak.” Ujar seorang wanita berambut panjang kepada polisi yang duduk di meja depan.”Baik, saya terima.” Balas sang polisi sambil tersenyum. Di dekat sana, sebuah mobil polisi berhenti, membawa tahanan baru masuk ke dalam sel…….
Kringg! Bel berbunyi, tanda masuk kelas di SMA Jaya Bangsa. Bu Darmi, guru disipliner, berdiri tegak di depan pagar bersama Pak Satpam. Ia membina siswa yang terlambat dengan sabar dan senyum. “Motor mogok, Bu!” “Ketiduran, Bu!” Alasan klasik berdatangan.Seorang siswa mengangkat tangan. “Saya, Bu. Menjemur gabah,” jawabnya lantang.Bu Darmi hanya tersenyum geli. “Nak, mana ada jemur padi pagi buta begini?”
Usai pembinaan, mereka dihukum mengucapkan janji ”Saya tidak akan mengulangi kesalahan lagi” bersama-sama menghadap ke jalan raya. Tak ada yang boleh setengah-setengah, atau hukuman akan diulang. Saat hendak masuk sekolah, Pak Satpam memanggil, “Bu, ada siswa baru bersama ibunya.”Bu Darmi menghampiri. Seorang ibu dengan senyum kaku berkata, “Bu, anak saya ini ingin pindah dari SMA Tunas Sakti ke SMA Jaya Bangsa. Mohon bimbingannya, Ibu.””Baik, mari kita urus administrasinya,” jawab Bu Darmi ramah.
Sembari mengurus administrasi, seorang Ibu bercerita tentang alasan mengapa harus pindah sekolah. Ia bercerita bahwa Ardi, anak dari Ibu tersebut telah melakukan banyak kesalahan sehingga mencemarkan nama baik sekolah. Harapannya dengan sekolah baru, Ardi dapat introspeksi diri atas kesalahannya.Hari pertama, Bu Darmi meminta Ardi memperkenalkan diri.”Halow, kawan-kawan, perkenalkan namaku—” “Nama saya,” koreksi Bu Darmi lembut.”Nama saya Ardi Darmawan Setya, panggil saja Ardi.”“Halo Ardi, Salam kenal yaa.” Jawab teman-teman serentak.Hari-hari berlalu. Bu Darmi terus mengawasi perkembangan Ardi.
Suatu hari, terdengar teriakan siswa berlari ke ruang guru.”Bapak, Ibu! Ada siswa berkelahi!”Bu Darmi segera ke lokasi. “Sudah cukup!” Teriaknya sambil melerai dua siswa. Namun, dorongan kuat tangannya membuat Ardi terjatuh dan membentur lantai.”Ardi, kamu bisa bangun?” Tanya Bu Darmi panik. “Sakit, Bu… tapi saya bisa,” jawab Ardi lemah.Petugas medis membawa Ardi ke UKS. Meski suasana mulai tenang, masalah belum selesai.
Perkelahian itu dipicu oleh tindakan Ardi yang secara impulsif mengejek hasil presentasi Bima di depan kelas. Ardi menyebutnya ‘asal-asalan’ dan ‘nggak layak ditonton’. Bima yang selama ini dikenal pendiam, tak terima dan mencoba menegur Ardi. Namun, Ardi justru balik menantangnya di depan teman-teman.Adu mulut pun tak terhindarkan. Kata-kata yang seharusnya bisa diselesaikan dengan tenang malah berubah jadi pertikaian fisik.Bu Darmi menarik napas dalam-dalam. Ia menatap Ardi dengan sorot mata kecewa namun tetap tenang. “Ardi, apa kamu merasa benar dengan cara seperti ini?” Tanyanya perlahan. Ardi terdiam. Kepalanya tertunduk, mungkin baru menyadari bahwa tindakannya telah melukai hati.
Beberapa jam kemudian, Ibu Ardi datang ke sekolah dengan marah.”Di mana ruang kepala sekolah?” Bentaknya.Salah satu guru mengantar Ibu Ardi ke ruang kepala sekolahPak Toni, kepala sekolah, mendekat. “Ada apa ini?””Anak saya terluka karena Bu Darmi! Saya akan laporkan ke polisi!” Teriaknya.Kebetulan Bu Darmi sedang di ruang kepala sekolah bersama Ardi dan temannya yang berkelahi. Bu Darmi mencoba menjelaskan, “Saya hanya melerai perkelahian, Bu.”Namun, Ibu Ardi tak mau tahu. Ia membawa Ardi pulang dan benar-benar melaporkan Bu Darmi.
Keesokan harinya, Bu Darmi dipanggil ke kantor polisi. Meski menjelaskan sejujur-jujurnya, bukti CCTV memang menjelaskan sebagai tersangka.Berita penahanan Bu Darmi menyebar cepat. Guru dan siswa, terkejut dan sedih.”Bu Darmi guru terbaik,” Ujar salah satu siswa kepada wartawan.Orang tua murid juga membela, “Guru seperti beliau langka.”Di balik jeruji, Bu Darmi berdoa dalam keikhlasan. “Jika ini ujian untukku, aku terima,” bisiknya dengan mata berkaca-kaca.
_Matin
