Di tengah derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi saat ini, media sosial bukan hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga menjadi ruang baru untuk memperkenalkan budaya lokal yang ada di Indonesia. Dengan adanya kemajuan tersebut, budaya lokal lama-kelamaan akan beradaptasi mengikuti perkembangan zaman atau modernisasi. Modernisasi tersebut membawa suatu hal yang berbeda, yakni pergulatan antara budaya lokal dan budaya asing. Keduanya memiliki nilai-nilai yang berbeda dan keduanya dapat dipertontonkan melalui media sosial. Oleh karena itu, modernisasi budaya lokal lewat sosial media menimbulkan pertanyaan mendasar, apakah hal tersebut berpotensi sebagai sarana pelestarian, atau justru dapat mengubah nilai-nilai budaya itu sendiri
Melalui Media sosial, seperti Instagram, TikTok, Youtube, dan Facebook berpotensi membawa budaya lokal ke kancah internasional. Melalui platform tersebut, beragam budaya bisa dipromosikan, seperti tarian adat, pakaian adat, musik daerah, hingga makanan khas daerah. Bagi pelestarian budaya, hal tersebut merupakan sebuah jackpot karena dapat membantu mengurangi terkikisnya budaya lokal di masyarakat Indonesia. Pelestarian dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya komunitas kesenian di berbagai daerah mulai aktif membagikan video pertunjukan seni tradisional, video promosi makanan khas daerah, dan cara pembuatannya.
Namun, modernisasi budaya lokal melalui media sosial juga tidak lepas dari pertentangan. Pertentangan tersebut datang dari upaya menarik perhatian publik yang berlebihan. Budaya lokal diperkenalkan dengan cara yang lebih simpel dan mudah diterima, tetapi dikemas ulang beda dengan aslinya. Misalnya, tarian adat yang memiliki makna gerakan filosofis menjadi gerakan-gerakan simpel yang diiringi musik kekinian. Jika dipikir, hal itu memudahkan budaya lokal agar lebih mudah diakses dan dipahami oleh publik. Selain itu juga dapat menjadi kebanggaan terhadap budaya lokal di Indonesia. Namun di sisi lain, nilai-nilai budaya yang ada di dalamnya bisa menghilang.
Oleh karena itu, modernisasi menimbulkan dilema antara pelestarian atau justru perubahan terhadap budaya lokal. Bagaimana padangan masyarakat tentang hal itu? Apakah modernisasi budaya tersebut masih bisa disebut pelestarian? Atau justru sedang menyaksikan proses perubahan menjadi wujud yang baru tanpa sadar? Pada dasarnya tantangan terbesar dalam modernisasi melalui media sosial adalah menjaga keseimbangan antara inovasi dan autensititas. Untuk itu, dalam modernisasi itu diperlukan regulasi yang tepat dan kesadaran kolektif masyarakat. Jika hanya untuk popularitas lama-kelamaan intensitas budaya lokal akan menurun dan tergantikan dengan hal baru. Peran masyarakat terutama komunitas adat, budayawan, dan pemerintah harus bekerja sama dalam memastikan penyebaran budaya melalui media sosial agar semata-mata tidak hanya mencari popularitas, tetapi juga mendukung pelestarian nilai-nilai budaya lokal.
Secara keseluruhan, modernisasi budaya lokal melalui media sosial memiliki dua sisi, yaitu sebagai saran pelestarian dan agen perubahan. Media sosial menjadi salah satu dari sekian banyaknya sarana yang digunakan untuk melestarikan budaya lokal Indonesia. Bedanya, menggunakan media sosial dapat menjangkau lebih banyak generasi. Modernisasi bukanlah ancaman jika kita mampu menyesuaikan budaya lokal dengan derasnya arus globalisasi saat ini tanpa menghilangkan nilai-nilai aslinya.
_Rosalia_
