Aksi Unjuk Rasa di Manahan (29 Agustus 2025)
Surakarta, Jumat 29 Agustus 2025 – Aksi unjuk rasa yang digelar oleh komunitas ojek online (ojol) di kawasan Manahan, Surakarta, pada Jumat siang berujung ricuh setelah awalnya berlangsung kondusif. Demo ini dipicu oleh kasus tragis di mana salah satu driver ojol dilindas, memicu solidaritas dari rekan-rekannya.
Seorang driver ojol yang ditemui mengungkapkan bahwa informasi mengenai demo ini didapatkan dari grup komunitas ojol. Aksi dimulai tepat pukul 13.00 WIB dan berjalan dengan tertib pada awalnya. Namun, situasi mulai memanas hingga akhirnya aparat kepolisian menembakkan gas air mata untuk mengendalikan massa. “Dari masnya di situ, kami tidak tahu kalau Brimob sebenarnya punya iktikad baik untuk damai,” ujar Wirodi. Ia berharap pelaku insiden tersebut dapat diadili dan mendapat hukuman sesuai hukum yang berlaku.
Sementara itu, seorang narasumber memberikan informasi tambahan. Menurutnya, aksi memang dimulai pukul 1 siang dan awalnya kondusif. Brimob sudah menunjukkan niat baik untuk meredakan ketegangan, namun karena massa mulai tidak terkendali, akhirnya gas air mata ditembakkan untuk mengamankan situasi.
Dari kalangan pelajar yang ikut dalam aksi, mereka mengaku dipulangkan lebih awal dari sekolah dan mendapat izin untuk mengikuti demo dengan syarat tidak menggunakan seragam. “Kami ikut demo sebagai bentuk suara generasi muda. Harapannya masalah ini cepat selesai,” kata Pandu, salah satu pelajar. Sementara itu, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sekitar lokasi mengaku tidak mengetahui adanya kerusuhan dan penembakan gas air mata.
Aksi Unjuk Rasa di Bundaran Gladak (Jumat, 29 Agustus 2025)
Jumat, 29 Agustus 2025, masyarakat sipil menggelar aksi unjuk rasa di beberapa titik di Kota Surakarta, salah satunya bundaran Gladak. Dimulai sejak pukul 18.30, aksi yang mulanya hendak digelar di Ngarsopuro ini berlangsung ricuh. Massa berasal dari berbagai elemen masyarakat. Sebagian diantaranya mengaku massa dari aksi unjuk rasa di Manahan siang sebelumnya. Massa tidak dikoordinir secara teknis di lapangan, tidak ada penyampaian orasi, dan pernyataan tuntutan. Sebagian besar massa tidak menggunakan atribut lembaga atau organisasi tertentu, hanya segelintir yang mengenakan atribut OJOL.
Suasana mulai memanas ketika terjadi pembakaran sebuah kendaraan di bundaran Gladak. Polisi yang berjaga di lokasi mulai mendorong mundur kerumunan massa dengan tembakan peringatan. Gas air mata mulai dilemparkan ke beberapa titik, membuat massa terpencar ke beberapa lokasi, diantaranya Jl. Mayor Kusmanto, Jl. Ronggowarsito, dan sebagian berlarian ke area Pasar Gede. Situasi kian memanas ketika beberapa polisi yang mengejar menggunakan sepeda motor menembak gas air mata ke arah Pasar Gede. Hal tersebut memicu adu mulut antara aparat dengan beberapa warga dan anggota pers yang berada di lokasi. “Area kuliner juga ditembak (gas air mata), padahal pasar beroperasi 24 jam,” ujar Ali (29/08). Selaku ojek online, ia juga mengaku geram dengan tindakan oknum aparat yang berbuat kekerasan. Aliansi OJOL mempertanyakan, mengapa pemerintah baru bertindak ketika sudah ada OJOL yang menjadi korban. Padahal, ini bukan kali pertama aksi kekerasan yang dilakukan oleh oknum kepolisian.”Kalau kita punya masalah, dipersulit sama polisi. Kalau polisi yang jadi tersangka, tidak ada hasil (hukuman) nya,” ucap Joni (29/08). Selain itu, masyarakat menyayangkan media-media nasional yang tidak menyiarkan berita tentang kericuhan yang sedang terjadi. “Mengapa media-media tidak mempublikasikan? Kok media-media luar (asing) saja yang mempublikasikan? Apakah takut?” tanya Ali saat diwawancarai.
Selain itu, masyarakat juga mengecam kebijakan mengenai gaji DPR. Isu kenaikan gaji DPR menjadi 3 juta per hari dinilai tidak sesuai dengan kinerjanya, terlebih kondisi negara akhir-akhir ini yang tidak baik-baik saja. “Tunjangan 50 juta masih kurang, rakyatnya saja gaji 3 juta per bulan kok, nggak 3 juta per hari,” ungkap Ali. Isu kenaikan gaji DPR tersebut memantik kemarahan publik, seorang massa aksi dengan tegas menyampaikan keinginannya untuk DPR. “Saya berharap DPR segera dibubarkan,” ujar Adam. Massa aksi mengaku kecewa dengan isu kebijakan naiknya gaji DPR di tengah kondisi perekonomian rakyat yang sengsara. “Jangan menindas rakyat, kami ini rakyat, bukan musuh negara. Negara kita sebenarnya bisa maju kalau tidak ada tikus-tikus. Intinya jangan banyak koruptor,” pesan Ali di akhir wawancara.
Aksi unjuk rasa berlangsung anarkis. Massa merusak berbagai fasilitas umum yang ada di sepanjang Bundaran Gladak hingga Balai Kota. Puluhan pot tanaman dihancurkan, halte dirusak, rambu-rambu dicabut, hingga dibakarnya beberapa water barrier. Gas air mata tak henti ditembakkan oleh polisi untuk menghalau massa. Aksi berlangsung hingga pukul 22.00 WIB, massa kemudian meninggalkan Bundaran Gladak menuju area Dr.Oen untuk melanjutkan aksi.
Aksi Pernyataan Sikap Mahasiswa Solo Raya di Bundaran Gladak (Sabtu, 30 Agustus 2025)
Sabtu, 30 Agustus 2025, aliansi BEM Solo Raya menggelar aksi pernyataan sikap di Bundaran Gladak. Dihadiri ratusan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Surakarta, seperti UNS dan UIN Raden Mas Said, aksi ini berlangsung damai. Aksi dimulai sekitar pukul 15.00 WIB, dibuka dengan orasi, kemudian pembacaan poin tuntutan, aksi teatrikal, serta ditutup dengan doa bersama dan tabur bunga.
Perwakilan BEM UNS membacakan beberapa poin tuntutannya, mulai dari mengecam aksi represifitas aparat kepada mahasiswa dan massa aksi, hingga menuntut tindakan untuk oknum polisi yang telah menewaskan pengemudi ojek online. Tak berhenti di situ, seorang perwakilan mahasiswa UNS menampilkan aksi teatrikal dengan membawakan sebuah puisi. Puisi tersebut menceritakan betapa memprihatinkannya kondisi bangsa ini. Potongan bait puisi tersebut berbunyi, “Keadilan tidak bisa dibeli, keadilan harus ditegakkan hingga kini”. Diiringi lagu Kebenaran Akan Terus Hidup milik grup musik Merah Bercerita, membuat penampilan puisi semakin dramatis.
Aksi ditutup dengan pembacaan doa bersama, kemudian dilanjutkan dengan tabur bunga sebagai bentuk ekspresi duka cita atas berpulangnya korban represifitas aparat. Pukul 17.00 WIB aksi diakhiri dan massa dari elemen mahasiswa langsung meninggalkan Bundaran Gladak. Tidak ada anarkisme dari aksi sore hari itu. Segala orasi, ekspresi, dan pernyataan sikap disampaikan dengan damai dan terarah.
Aksi Demonstrasi Mahasiswa di DPRD Surakarta (Senin, 1 September 2025)
Senin, 1 September 2025, mahasiswa yang dipelopori oleh BEM Solo Raya menggelar aksi demonstrasi di depan gedung DPRD Surakarta. Aksi diikuti ratusan mahasiswa dari berbagai universitas seperti UNS, ISI Surakarta, UIN RMS, UNSA, dan beberapa organisasi mahasiswa di Solo Raya. Aksi dimulai pukul 15.00 WIB, diawali dengan orasi dan dilanjutkan pembacaan tuntutan. Aksi berlangsung damai, perwakilan mahasiswa bergantian menyampaikan orasinya. Pukul 17.00 WIB, ketua DPRD Surakarta, Budi Prasetyo, didampingi Sekar Tandjung selaku ketua fraksi, turun ke jalan menemui mahasiswa. Perwakilan DPRD menyampaikan belasungkawa atas jatuhnya beberapa korban selama rangkaian aksi demonstrasi. “Kami, atas nama pimpinan dan seluruh anggota DPRD Surakarta menyampaikan rasa keprihatinan dan belasungkawa yang setinggi-tingginya. Kami berharap kejadian kemarin tidak terulang lagi di kesempatan yang akan datang,” tutur Budi di hadapan media.
Pembacaan poin tuntutan berlangsung tertib, beberapa tuntutan yang diajukan mulai dari pembebasan massa aksi yang masih ditahan, meminta Presiden bertanggung jawab penuh atas segala kasus pelanggaran HAM, hingga menuntut penghapusan kenaikan tunjangan untuk DPR. Budi Prasetyo kemudian menandatangani berkas tuntutan di tengah-tengah massa. Meski demikian, mahasiswa merasa belum puas, “Dari DPRD tadi akan mengadakan audiensi dan membawa tuntutan kami ke atasan. Tetapi, dari dulu saat kami melakukan aksi, janjinya seperti itu. Kalau hanya sekadar janji itu tidak akan memuaskan masyarakat. Tatanan harus benar-benar diubah,” ujar Ridwan, selaku koordinator BEM Solo Raya. Pada aksi tersebut disepakati jangka waktu tindak lanjut tuntutan hingga 5 September 2025. Aksi berakhir sebelum gelap, ditutup dengan aksi pembakaran banner, kemudian pukul 17.30 WIB mahasiswa mulai meninggalkan gedung DPRD Surakarta. Setelah massa meninggalkan lokasi, tampak petugas pemadam kebakaran dan petugas kebersihan bekerjasama membersihkan lokasi aksi.
Redaksi_
