Rabu (12/4/2025) Aksi terbuka digelar di Jalan Pakubuwana sebagai bentuk penolakan kebijakan militer yang dinilai melanggar prinsip keadilan dan HAM. Aksi ini menyuarakan keresahan terhadap dominasi militer dan kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan rakyat sipil.
‘’AKSI KAMISAN’’ bermula pada tahun 2021, namun sempat vakum karena pandemi. Aksi ini diikuti berbagai kalangan mahasiswa, pekerja, seniman, dan masyarakat yang memiliki keresahan yang serupa, seperti keresahan soal bisnis militer, pengesahan UU yang dinilai tidak berpihak pada rakyat, serta prioritas anggaran negara yang dinilai terlalu condong ke militer.
Aksi kamisan menjadi ruang unjuk rasa yang bebas dan terbuka, seperti yang disampaikan oleh Pik salah satu kolektif aksi, “Di kampus sekarang itu diskusi dibubarkan apalagi di daerah Jawa Timur. Diskusi mahasiswa sudah dikuasai oleh militer, dan juga pelayanan masyarakat sudah dibayang-bayangi militer. Aksi kamisan merawat ingatan atas pelanggaran-pelanggaran HAM di Indonesia, baik berat maupun ringan, tragedi yang sejak dulu terjadi di Indonesia ada tragedi 65, tragedi Tanjung Priuk, tragedi 98 ,dan penculikan aktivis-aktivis,’’ ujar Pik (12/4).
Aksi ini di latar belakangi oleh beberapa fakta seperti yang diungkap Eden selaku peserta dari FSRD UNS, ‘‘Kemarin yang terbaru yaitu yang di Universitas Udayana mereka sudah menandatangani kerjasama lalu didemo dan kemarin baru terupdate kalau memang sudah dilawan oleh para mahasiswa dan kampus juga akhirnya dan akhirnya ditekan meninjau ulang dan membatalkan kerjasamanya dengan TNI,’’ ungkapnya (12/4).
Julian Wicaksono, mahasiswa UIN, turut menyuarakan pendapatnya, “Ini pertama kali buat saya untuk ikut aksi di sini, ternyata diperbolehkan untuk orasi bebas, saya kira hanya ketua BEM, jadi saya berani mengungkapkan isi hati,” ungkap Julian (12/4). Harapan dari aksi ini adalah adanya tindak lanjut dari pihak yang terkait. Sejalan dengan itu, Atiqah salah satu peserta KAMI mengungkapkan bahwa, “Suara rakyat bisa didengar dan direalisasikan, pihak yang bersalah dan yang melanggar itu bisa diadili. Tuntutan yang kita bawa bisa direalisasikan, didengar sama pihak terkait.’’ (12/4)
Aksi Kamisan mencerminkan upaya masyarakat untuk menegaskan supremasi sipil dan menolak militerisme yang dianggap mengancam demokrasi dan hak-hak sipil. Melalui aksi ini, para peserta berharap dapat mendorong perubahan kebijakan yang berpihak kepada rakyat dan menghormati prinsip demokrasi.
_Riana_Farhan