Olahraga: Konsisten Menjaga Kesehatan atau Sekadar Tren?

Baru-baru ini, jagat maya dipenuhi dengan berbagai konten bertema olahraga. Mulai dari jogging, padel, pilates, hingga aktivitas mendaki gunung. Menariknya, fenomena ini muncul dibarengi dengan berbagai template di media sosial yang mendorong pengguna untuk turut mempublikasikan aktivitas berolahraganya. Sekilas, tren ini dipandang sebagai tren yang bernilai positif karena mendorong masyarakat untuk berolahraga dan peduli dengan kesehatannya. Namun, di sisi lain perlu disorot juga apakah masyarakat benar-benar melakukannya demi kesehatan atau hanya karena FOMO mengikuti tren. Maka timbul pertanyaan, “Apakah motivasi berolahraga muncul dari kesadaran pribadi atau dorongan untuk terlihat “sama” di kehidupan sosial?

Berjuta manfaat bisa didapatkan dari berolahraga, baik dari segi fisik maupun psikis. Secara fisik, olahraga akan membuat tubuh menjadi bugar, terhindar dari berbagai penyakit kronis, meningkatkan imunitas dan stamina tubuh. Tak hanya itu, secara psikis berbagai manfaat juga bisa didapatkan dari berolahraga, seperti mengurangi rasa cemas dan stres, meningkatkan mood, meningkatkan rasa fokus bahkan meningkatkan kesehatan mental diri. Lebih dari itu, olahraga juga membuka peluang menambah teman dan relasi melalui berbagai partisipasi dalam komunitas olahraga tertentu. Sehingga, manfaat olahraga tidak terbatas pada segi fisik dan psikis saja, tetapi bermanfaat pula bagi kehidupan sosial.

Tren olahraga secara tidak langsung memberikan dampak positif untuk mendorong masyarakat turut berolahraga dan lebih peduli dengan kesehatan. Melalui unggahan baik video maupun foto yang berkaitan dengan aktivitas olahraga, muncul efek domino yang menginspirasi orang lain turut melakukan hal serupa. Akan tetapi, tidak dipungkiri pula muncul anggapan negatif seperti olahraga sebagai aktivitas “kebutuhan konten” semata. Tujuan awal untuk menjaga kesehatan menjadi tergeser ke makna yang lain. Terkadang masyarakat saling mencemooh hanya karena perbedaan persepsi yang sebenarnya sepele saja.

Dampak negatif lainnya yakni munculnya perasaan ketertinggalan atau tertekan bagi masyarakat yang tidak mengikutinya, terutama pada generasi muda yang aktif menggunakan media sosial. Timbul kecenderungan untuk membandingkan diri dengan orang lain, yang dirasa lebih produktif, lebih “berhasil” bahkan lebih sukses dalam olahraga. Tekanan ini menurunkan rasa kepercayaan diri bahkan penurunan motivasi karena merasa tidak cukup baik dari orang lain. Hal inilah yang menimbulkan anggapan negatif dari tren tersebut, mengakibatkan adanya standar yang tidak realistis pada masyarakat.

Berbagai dampak yang muncul tersebut perlu disikapi dengan bijak, sehingga tren olahraga ini bisa sama-sama disikapi dan ditujukan sebagaimana mestinya. Persepsi bahwa aktivitas olahraga tidak semata-mata sebagai ajang unjuk konten dan pencitraan diri tetapi justru bagian dari menjaga kesehatan tubuh. Karena sejatinya tidak ada kesalahan dari tren berolahraga, karena efek domino tren ini yang mampu meningkatkan motivasi olahraga bagi masyarakat secara luas, terlebih permasifannya melalui media sosial yang relevan dengan gaya hidup masyarakat. Bahwa yang paling penting dari berolahraga bukan hanya tentang mengikuti tren, mem-posting di media sosial, atau kebutuhan story semata tetapi tentang konsistensi. Konsisten dalam menjaga kesehatan tubuh dengan tetap menyenangkan melalui apapun aktivitas olahraga yang dilakukan.

_Aulia Pradypta_

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *